Generasi Z
Generasi Z adalah generasi setelah Generasi Y, yang didefenisikan sebagai orang-orang yang lahir dalam rentang tahun kelahiran 1995 sampai 2014.
Berdasarkan studi mengenai perilaku Gen Z di dunia kerja; wawancara dengan ratusan CEO dan selebritas, serta pemikiran para pemimpin mengenai isu generasi; studi kasus mutakhir; dan pandangan Gen Z sendiri, ini menawarkan pengetahuan yang dibutuhkan pemimpin masa kini untuk mengatasi kesenjangan berikutnya dan cara terbaik untuk merekrut, mempertahankan, memotivasi, serta mengelola Gen Z. Dengan tujuan mencapai angkatan kerja yang produktif, buku ini menawarkan cara pandang yang pertama, menyeluruh, dan serius mengenai bagaimana generasi pekerja berikutnya serta apa artinya bagi kita semua.
Ciri utama Generasi Z adalah masuk dalam kategori pribumi digital (digital native). Hal ini menjadikan posisi mereka sangat menarik dibandingkan dengan generasi pendahulu. Mereka bukanlah imigran digital yang harus bertransisi dari dunia analog.Begitu melek, dalam genggaman Generasi Z sudah ada internet. Mereka tidak terkagum-kagum akan kemudahan dan kepraktisan internet. Bagi mereka, internet adalah normalitas. Internet adalah bagian dari kehidupan sehari-hari yang tidak usah membuat gumun.
Mungkinkah ini artinya, Generasi Z bisa lebih tahan terhadap sebaran isu hoaks yang akhir-akhir ini sudah begitu mengkhawatirkan sekaligus menjijikkan?
Literasi media digital bolak-balik mental karena pengguna ponsel canggih (smartphone) enteng saja meneruskan berbagai kabar lewat sarana berkirim pesan seperti WhatsApp. Menurut riset Masyarakat Telematika Indonesia (Mastel) tentang wabah hoaks nasional, sebanyak 68,2% menerima hoaks lewat aplikasi chatting.
Bagi penyebar hoaks, aplikasi chattingmemang sangat nyaman karena praktis, tidak perlu narasi yang rumit, dan terjamin penyebarannya. Bukankah refleks pertama orang ketika menerima informasi adalah buru-buru menyebarkannya “ke grup sebelah”? Alasannya bisa macam-macam; karena ingin jadi yang pertama mengirim kabar ke komunitasnya, atau justru dalam rangka mengecek kebenaran kabar tersebut. Bagi mereka yang lama hidup di dunia analog, kemudahan menyebarkan kabar ini memang terasa bagai sesuatu yang baru dan canggih.
Barangkali justru di sinilah letak keunikan Generasi Z. Mereka tidak menempatkan kecepatan sebagai faktor penting dalam mencari berita karena kecepatan bukanlah suatu keuntungan, melainkan kewajaran.
Sumber informasi mereka bukan kabar dari WhatsApp, melainkan aplikasi kuratorial berita seperti LINE Today. Menyebarkannya pun bukan lewat grup atau chat pribadi, tapi dibagikan lewat timeline masing-masing. Tantangan berikutnya adalah mengarahkan Generasi Z untuk memperhatikan isu-isu publik yang penting. Model aplikasi kuratorial berita seperti disebut di atas, bisa menjadi inspirasi.
Generasi Z juga cenderung lebih individualis dibandingkan generasi pendahulunya. Maksudnya, mereka lebih tertarik dan lebih percaya pada upaya-upaya yang dapat dilakukan oleh individu, daripada berserikat dan berkumpul.
Generasi Z lebih percaya pada influencerdi Instagram (biasa disebut “selebgram”) yang pengikutnya sedikit karena dianggap lebih unik dan otentik. Hal ini disebabkan karena Generasi Z lahir di era keberlimpahan informasi. Seolah-olah semua yang mungkin diciptakan, telah diciptakan. Itulah mengapa mereka mencari keunikan alias sesuatu yang khas.
Comments
Post a Comment